LAIN

Senin, 26 September 2011

Pergilah selagi Bisa

Untuk mereka yang mati
Di nisan ada tanda
Bukit bawah kampung

Dunia tak seindah dulu kawan
Selepas kau dan aku berlari
Mengejar impian di ujung benua

Dan kau lebih dulu menari di langit
Keinginan mati ini semcam zodiak
Meramal nasibnya sendiri

Di batu pualam kali waru
Tempat kita mengukir cita
Aku mengunjungi mu untuk sekedar berbincang

Rabu, 21 September 2011

Puisi Gus Mus: Di Negeri Amplop


salam takdzim teruntuk Gus Mus
DI NEGERI AMPLOP
Amplop-amplop di negeri amplop
Mengatur dengan teratur
Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur
Hal-hal yang teratur menjadi tak teratur
Memutuskan putusan yang tak putus
Membatalkan putusan yang sudah putus
Amplop-amplop menguasai penguasa
Dan mengendalikan orang-orang biasa
Amplop-amplop membeberkan dan menyembunyikan
Mencairkan dan membekukan
Mengganjal dan melicinkan
Orang bicara bisa bisu
Orang mendengar bisa tuli
Orang alim bisa nafsu
Orang sakti bisa mati

Di negeri amplop
Amplop-amplop mengamplopi
apa saja dan siapa saja

1414

"Album Sajak-Sajak A. Mustofa Bisri" halaman 109


Semacam jalannya kereta api, begitu lah ingatan pada saat tertentu dia akan kembali ke stasiun yang sama. Saya merasa baru saja menemu sajak Gus Mus ini beberapa jam lalu padahal saya kenal sajak ini waktu SD kelas 6. Setelah tadi ada sedikit bincang tentang realitas politis di rembang dengan beberapa kenalan. Saya rasa dengan selera humor saya yang buruk bisa mengklaim menyebut kabupaten Rembang sebagai Kabupaten Amplop. Hehehe

Nuwun.

Sajak Pertemuan


 Sudut kota mendengkur
Pagi dingin selepas malam syair
Tadi sebelum tidur aku bermimpi
Menemu merah delima di jalan aorta

Mengenai degup yang kau hujamkan di dadaku
Kini akarnya sampai ulu hati

Sempat sudah usia
Kegagapan jadi santapan

Di jantungku bersama debu dan jalanan
Dalam bus antar kota
Juga seorang kawan

Perbincangan ini sepertinya aliran darahku
Mengejang di sela kenangan yang kita singkap
Sembari bertafakkur merajut mimpi dalam bangun

Lasem-semarang,2011



Menakar Garam di Laut Sendiri


siapa lagi jika bukan kau
laki-laki bertubuh kekar
terhimpit akar di baju sendiri

sesampai di batas kota
aku gadaikan beribu wajah

tentang sunyi menjadi teman
tentang batu menjadi nisan
tentang garam menjadi nasi

ini lautku aku selami

rembang,2008

Di Gubuk Kecil


 Bertali siang berterik
Mbah syahid bersyair tentang domba
Dua belas ekor putih-putih
Kepada anak-anak pencari  ilalang dan pengibar layangan

Di gubuk kecil
Tepat di persimpangan pematang
Mbah sahid duduk mendengar
 lagu-lagu dari mesin suara bertenaga ABC

di gubuk kecil itu juga
tertinggal sebuah memoar
jepang membantai bapaknya.

Lasem.2011